Banyak sekali pertanyaan seputar apakah seorang istri harus memilik NPWP sendiri atau ikut dengan NPWP suami? sepertinya hal tersebut masih menyebabkan kebingungan sebagian besar orang. Pada dasarnya dalam satu keluarga cukup memiliki satu NPWP saja dalam artian bahwa istri ikut dengan suami. Karena sesuai dengan Pasal 8 UU PPh juga disebut bahwa pada dasarnya
pajak itu mengakui satu keluarga merupakan satu kesatuan ekonomis; bahwa
penghasilan dan kerugian istrinya juga nanti digabungkan dengan
penghasilan suaminya. Namun demikian istri dapat memiliki NPWP sendiri bila hidup berpisah atau melakukan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Istri juga dapat berNPWP
sendiri bila memang berkehendak demikian.
Jadi pada dasarnya istri tidak wajib ber-NPWP. Kalau la ingin mendaftarkan dirinya sendiri sehingga NPWP-nya berbeda dari suaminya itu boleh saja. Hanya saja perlu diberikan pengertian ke HRD-nya. kalau karyawati bekerja bukan berarti harus mempunyai NPWP sendiri. Jadi kalau istri yang tidak mempunyai NPWP sedangkan suaminya punya, ya pakai NPWP suaminya saja. Tapi kalau mau yang tercetak nama si istri sendiri sebagai karyawan, ya udah minta dicetak lagi NPWP-nya dengan kode belakang ”001”
Jadi pada dasarnya istri tidak wajib ber-NPWP. Kalau la ingin mendaftarkan dirinya sendiri sehingga NPWP-nya berbeda dari suaminya itu boleh saja. Hanya saja perlu diberikan pengertian ke HRD-nya. kalau karyawati bekerja bukan berarti harus mempunyai NPWP sendiri. Jadi kalau istri yang tidak mempunyai NPWP sedangkan suaminya punya, ya pakai NPWP suaminya saja. Tapi kalau mau yang tercetak nama si istri sendiri sebagai karyawan, ya udah minta dicetak lagi NPWP-nya dengan kode belakang ”001”
Jika wanita kawin ingin melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakan secara terpisah dari kewajiban perpajakan suaminya
dan ia telah memiliki NPWP sebelum kawin, maka NPWP yang telah dimiliki
sebelum kawin tersebut dapat digunakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya, sehingga wanita
kawin tersebut tidak perlu mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh NPWP.
Sebagai tambahan untuk anak yang belum dewasa pada dasarnya juga ikut dengan orang
tuanya. Di Pasal 8 UU PPh juga diatur kalau untuk anak yang belum dewasa
perlakuannya seperti itu. Bahkan di UU PPh baru, penghasilan anak yang
belum dewasa darimanapun sumbernya. digabungkan dengan penghasilan orang
tuanya. Penghasilan tersebut masuk ke dalam penghasilan ayahnya sebagai
kepala keluarga. lalu kalau ada kredit pajak segala macam bisa
diperhitungkan sebagai kredit pajak SPT Tahunan ayahnya.
ada beberapa pertanyaan mohon jawabannya.
BalasHapusMaksud dari tulisan minta dicetak NPWP lagi dengan kode belakang 001 itu, minta ke HRD apa ke kantor pajak ?
kalo istri tidak punya NPWP bukti potong dari kantornya apakah cukup pake NPWP suami ? dan dibukti potongnya itu nama istrikah atau nama suami yang tercantum ? bukti potong dari kantor istri ini harus dimasukkan ke laporan spt sebagai lampiran kah ?
terima kasih
Terima kasih atas pertanyaan dari hayok, maaf agak terlambat karena kesibukan pekerjaan.
HapusUntuk pertanyaan pertama mengenai NPWP istri dengan kode belakang 001 :
Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-51/PJ/2008 terutama pasal 5 dijelaskan mengenai tata cara penulisan dan penomoran NPWP untuk anggota keluarga sebagai berikut :
1. Nama. Nama Wajib Pajak ditulis sesuai dengan nama sebagaimana tercantum dalam permohonan pendaftaran NPWP (misalnya nama orang tua, mertua, anak kandung, anak angkat atau isteri).
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). dua belas digit pertama NPWP yang diberikan sama dengan dua belas digit pertama NPWP Penanggung Biaya Hidup; tiga digit terakhir merupakan kode cabang, yang dimulai dari 999 untuk anggota keluarga yang pertama, 998 untuk yang kedua dan seterusnya.
3. Alamat. Alamat yang ditulis sama dengan alamat yang tertera pada kartu NPWP dan SKT Penanggung Biaya Hidup.
Masud minta dicetak lagi adalah sesuai dengan penjelasan pada PER-51 tersebut dimana apabila WP Anggota keluarga yang telah erdaftar pada Kantor DJP dan telah memiliki NPWP sebelum berlakunya peraturan Dirjen Pajak tersebut maka tidak perlu mendaftarkan diri lagi. Maka setelah berlakunya PER-51 tersebut maka ada baiknya jika istri (tidak ada perjanjian pisah harta) minta dicetakan lagi dengan digit belakang 001.
Kemana memintanya :
Kalau HRD mau membantu pembuatannya ke KPP tentu bagus, tapi biasanya sangat sulit meminta bantuan HRD karena setiap karyawan harus mendaftar ke tempat domisilinya masing-masing. sesuai PER-51 tersbut dijelaskan bahwa pendaftaran dilakukan di KPP tempat penggung biaya hidup (suami)terdaftar.
Untuk pertanyan mengenai NPWP istri apakah bisa menggunakan NPWP suami dan bagaimana bukti potongnya dapat dijawab sebagai berikut :
Untuk wanita kawin memiliki pilihan sebagai beriktu :
1. mendaftarkan diri dan memperoleh NPWP atas namanya sendiri dan menjalankan kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami.
2. mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP melalui mekanisme NPWP anggota keluarga seperti yang dijelaskan diatas.
3. tidak perlu mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sendiri dan ikut NPWP suami. jadi bisa menggunakan NPWP suami.
Bukti Potong (1721-A1)istri harus dilampirkan saat pelaporan SPT tahunan PPh WP orang Pribadi bersama 1721-A1 suami. Jadi penghasilan istri dan suami digabung dan dihitung ulang dengan PTKP yang terdiri dari PTKP Suami, Istri, Status Kawin, dan Tanggungan. Tapi hal ini perlu dicermati karena bisa jadi jumlah pajak menjadi kurang bayar karena jumlah penghasilan menjadi lebih besar menyebabkan lapisan tarif PPh 21 masuk ke lapisan yang lebih tinggi. :-) jadi tinggal di rencanakan dengan matang apakah mau digabung atau dipisah kewajiban pajak anda dan istri anda.
Terima kasih jangan lupa Like fanpage facebooknya ya.